Silahkan membaca Novel ini..Maaf jikalau ada mirip dengan keadaan kalian ^^
Be My Sweet Darling?
Bisa dibilang Green House Café adalah salah satu tempat makn favorit anak muda Jakarta. Tempat makan yang didominasi warna hijau ini menyediakan menu beragam, baik tradisional mupun modern.
Green House Café menyediakan makanan modern seperti steik,hot dog, burgerm tapi ragam makanan tradisional seperti jagung baker dan steik singkong juga tidak ketinggalan.
Yap, Green House Café yang berlokasi didaerah Kemang,Jakarta Selatan, ini adalah tempat hang-out yang sangat istimewa. Sore ini pengunjung sudah-memadati kafe itu buat nongkrong. Salah satunya, Marsha Kelly Anastasia, atau yang biasanya dipanggil Marsha. Cewek cantik berambut panjang itu kelihatan sangat manis sore ini. Ia baru saja keluar dari taksi yang berhenti di depan kafeSebenrnya, sampai detik ini Marsha masih bertanya-tanya. Mengapa sore ini Raya, sala satu sahabat karibnya, keukeuh banget mengajaknya janjian di Green House Café? Soalnya jarang-jarang Raya mengajaknya jalan atau makan berdua saja disuatu tempat tanpa mengajak Tata, sahabat mereka yag lain. Tidak ada alas an yang jelas mengapa semua ini terjadi. Meski merasa sedikit aneh, Marsha tetap setuju memenuhi ajakan Raya untuk menemuinya di tempat ini sekarangPelan-pelan Marsha mengambil napas. Ia sibakkan rambut panjangnya ke belakang sambil menatap sekitar open space kafe yang terbentang.
“Ah…,” desah Marsha. Matanya bergerak sambil mencari-cari keberadaan Raya. Ketika ia menemukan sosok sahabatnya itu, tiba-tiba jantung Marsha berdegup kencang. Tangannya gemetar, bibirnya bergetar.
“Raya makan satu meja sama Ega?!” jerit Marsha dalam hati, memerhatikan pemandangan yang hamper merusak matanya itu.
Cowok tinggi, berambut cepak, berkaus abu-abu, bernama Ega, yang bersama Raya, itulah alasannya. Setahu Marsha, Ega masih berada di Den Haag, Belanda. Tapi kenapa sekarang Ega ada di Jakarta? Kapan dia kembali? Dan yang lebih penting dari semua itu adalah: Kenapa Ega bersama Raya, padahal Ega adalah pacarnya Marsha? Oke, ternyata alasannya lebih dari satu. Beberapa detik ia tidak mampu berbicara apa-apa. Napasnya hamper sesak, hatinya seolah terbakar menyaksikan pemandangan di depannya.“Pengkhianat!”
Dengan napas memburu dan jantung yang seakan mau meledakm bergega Marsha melangkah menemui dua makhluk menjengkelkan yang kini tengah asyik-asyiknya nongkrong, ngobrol,bersikap mesra, sesekali berangkulan sambil suap-suapan, menikmati steik di salah satu meja.
Begitu mencapai meja tersebut, secepat kilat Marsha menyambar gelas jus jeruk didepan Ega. Tanpa banyak omong ia menyiramkan minuman itu tepat ke wajah cowok itu.
“Brengsek!” maki Marsha sengit.Splash!Cowok itu kaget bukan main. Wajahnya basah. Ia langsung berdiri, memandang dengan gugup sosok Marsha dihadapannya. “Marsha?!”
“Sha?!” Raya pun bangkit dengan ekspresi tak kalah terkejut. Tapi kemudian ia berusaha tenang.
Air mata sudah membanjiri pipi Marsha. Marsha memalingkan pandangnnya perlahan dengan perasaan sakit, menatap Raya.“jadi ini…?” Tanya Marsha dengan suara tertahan.Wajah Raya berubah tegang.
“Pengkhianat lo Ray…” Tubuh Marsha bergetar hebat. Mati-matian ia menyembunyikan luka hatinya.
“Sha…” Ega memegang tangan Marsha.Marsha berpaling pada Ega. “Brengsek lo, Ga! Ternyata selama ini lo selingkuh di belakang gue?!” Tanpa nyata selama ini lo selingkuh dibelakang gue?!” Tanpa bias membendung kemarahannya, Marsha mendorong dada cowok itu dengan kasar. Hamper saja Ega tjatuh kalau tidak bertaan dengan cara memegang kursi. Wajah Ega pucat seperti maya.Gugup.
“Bukannya lo ada di Belanda?” Tanya Marsha dengan suara bergetar. “Kapan loe pulang? Dan kenapa gue, pacar loe sendiri, ngak lo kasih tau? Malah Raya, sahabat gue yang janjian sma lo disini?”
”Sha..” Raya bicara.
“elo juga sahabat gak tau diri, Ray! Lo berkhianat didepan gue! Kenapa lo ajak gue ketemuan disini kalo akhirnya gue Cuma harus menyaksikan pemandangan ini, Ray? Kemapa?!!!” teriak Marsha.
“Sha.please, nanti semuanya gue jelasin…” Ucapan Raya berhenti ketika Marsha menarik kasar tubunya.
“Lo sengaja nyakitin perasaan gue? Apa salah gue, Ray? Apa?!” ucap Marsha sambil mengguncang-guncang tubuh Raya.
“Sha… apa-apa-an lo?” suara Ega tertahan. Ia menark tangan cwek itu. Pasti Ega malu rebut-ribut di kafe sampai menjadi tontonan orang baynak. Apalagi, hamper seisi kafe tau kalau ia dalam posisi ketahuan selingkuh. Terbukti wajahnya merah padam.
Tpai, Marsha mana bias membedakan rasa malu dan tidak? Yang lebih mendominasi hatinya selain amarah, jlas perasaan sakit. Siapa yang tahan dikhianati? Siapa yang mau di lukai?
“Elo yang apa-apaan, Ga!” bentak Marsha lagi. Menepis tangan Ega. “ Gue pikir selama ini lo masih Belanda. Tapi nggak taunya lo udah balik ke Jakarta tanpa ngasih tau gue. Yang lebih parah, lo malah jalan sama sahabat gue. Suap-suapan ngak penting disini! Loe selingku! Lo jahat! Jahat, Ga!”
“Sha, kita bicara. Tapi gak disini!” Ega mencengkeram tangan Marsha kembali.
“Gue gak butuh penjelasan loe, Ga, semuanya udah jelas!” teriak Marsha dengan suara bergetar. Ia menepis tangan Ega untuk kedua kalinya hingga terlpas. Ia tak sudi dipegang cowok itu lagi. Tiba-tiba saja memandang sosok cowok yang disayanginya ini membuat Marsha jijik. Dia bahkan heran, kenapa bias-bisanya meyayangi cowok pengkhianat ini?! Ia jadi tahu tindakan apa yang sepantasnya didapat oleh cowok yang sudah berkhianat ini. Ia juga tahu, ending seperti apa yang biasanya menutup adengan perselingkuhan. Marsha tahu. Dan sekarang akan ia lakukan!
“Dasar cowok brengsek!”PLAKKKK!!!Tangan Marsha melayang lalu mendarat di pipi Ega. Ega kaget memgang pipinya. Bekas telapak tangan Marsha membekas jelas dibagian itu. Merah dan pastinya terasa pedas.
Raya membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia tak peraya semua ini akan terjadi. Ia memang mengundang Marsha untuk dating ke sini. Dengan suata tujuan. Tapi keadaan yang terjadi bener-bener- diluar dugaannya.
“Elo juga,Ray! Lo pikir gue bias maafin semua kelakuan lo? Dasar pagar makan tanaman. Lo rebut cowok gue. Sekarang silahkan lo ambil dia. Gue gak sudi lagi punya cowok kayak gini. Gue juga nggak sudi puya sahabat kayak lo!” tunjuk Marsha Berapi-api.
Raya kaget. “Sha? Ini gak kayak yang elo pi..”“Udah gue gak mau denger!” usai melampiaskan amarahnya, dengan bercucuran air mata dan tidak membuang waktu lagi, Marsha meninggalkan kafe itu.
Ini pasti mimpi, batin Marsha. Ega gak sekejam itu. Dia baik. Diak cowok setia… Raya juga sahabat yang baik. Dia emang suka gonta-ganti pacar. Pernah juga sih,ngerebut pacar orang lain. Tapi dia gak mungkin pacaran sama Ega. BUKAN!! Ini nyata, Marsha. Berpikirlah dengan waras. Ega berkhianat! Raya juga! Loe pecundang PECUNDANG!!!1 hati kecil Marsha yang lain membantah.
“Marsha! Marsha! Sha!” Ega berusaha mengejar, tapi entah atas alas an apa Raya menghalanginya. Mereka beerdua pun tampak bersitegang.
Tidak mau tahu lagi. Itulah yang Marsha pikirkan. Ia terus berlari meningalkan open space kafe. Dan langsung menyetop taksi yang ditemuinya didepan gerbang. Didalam taksi, ia tumpahkan tangis sepuas-puuasnya.
Yang pasti hati Marsha sakit.Sakit sekali…Mana janji loe mau setia, Ga? Mana buktinya lo mau setia? Mana? Yang ada lo malah ngecewain gue. Katanya, setalah kuliah di Belanda, Cuma gue cewek lo satu-satunya. Tapi apa? Nyatanya ada cewek lain selain gue… Nyatanya lo udah balik ke Jakarta tanpa ngasih tau gue. Nyatanya ada Raya. Sahabat gue sendiri! Lo brengsek, Ga! Bener-bener brengsek!! Gue benci sama lo. Benciiiiiiiii!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Triak Marsha dalam taksi.
Sopir taksi melirik Marsha dari kaca spion dengan rasa iba. Menyedihkan. Meski ia tidak tau apa yang barusan dialami cewek itu, tapi hati kecilnya mengatakan bahwa hal itu pastilah berat. Dengan tidak bermaksud mengganggu perasaan hati Marsha, sopir taksipun menjulurkan sekotak tisu ke bangku belakang.
“Ini, Mbak…”“Makasih, Pak…” Marsha meraihnya.“Mau kemana, Mbak?”“Kejalan Kiwi, pak!” jawab Marsha menyebut daerah rumahnya sambil menyeka air mata yang masih tidak mau berhenti. Ia biarkan saja ponselnya yang terus-terusan berdering didalam tas. Dilayar ponsel tertulis My love Ega calling. Lalu tak lama ponsel diam. Kemudian Raya Cutie calling. Ia matikan ponselnya. Tak peduli.
Be My Sweet Darling?
Bisa dibilang Green House Café adalah salah satu tempat makn favorit anak muda Jakarta. Tempat makan yang didominasi warna hijau ini menyediakan menu beragam, baik tradisional mupun modern.
Green House Café menyediakan makanan modern seperti steik,hot dog, burgerm tapi ragam makanan tradisional seperti jagung baker dan steik singkong juga tidak ketinggalan.
Yap, Green House Café yang berlokasi didaerah Kemang,Jakarta Selatan, ini adalah tempat hang-out yang sangat istimewa. Sore ini pengunjung sudah-memadati kafe itu buat nongkrong. Salah satunya, Marsha Kelly Anastasia, atau yang biasanya dipanggil Marsha. Cewek cantik berambut panjang itu kelihatan sangat manis sore ini. Ia baru saja keluar dari taksi yang berhenti di depan kafeSebenrnya, sampai detik ini Marsha masih bertanya-tanya. Mengapa sore ini Raya, sala satu sahabat karibnya, keukeuh banget mengajaknya janjian di Green House Café? Soalnya jarang-jarang Raya mengajaknya jalan atau makan berdua saja disuatu tempat tanpa mengajak Tata, sahabat mereka yag lain. Tidak ada alas an yang jelas mengapa semua ini terjadi. Meski merasa sedikit aneh, Marsha tetap setuju memenuhi ajakan Raya untuk menemuinya di tempat ini sekarangPelan-pelan Marsha mengambil napas. Ia sibakkan rambut panjangnya ke belakang sambil menatap sekitar open space kafe yang terbentang.
“Ah…,” desah Marsha. Matanya bergerak sambil mencari-cari keberadaan Raya. Ketika ia menemukan sosok sahabatnya itu, tiba-tiba jantung Marsha berdegup kencang. Tangannya gemetar, bibirnya bergetar.
“Raya makan satu meja sama Ega?!” jerit Marsha dalam hati, memerhatikan pemandangan yang hamper merusak matanya itu.
Cowok tinggi, berambut cepak, berkaus abu-abu, bernama Ega, yang bersama Raya, itulah alasannya. Setahu Marsha, Ega masih berada di Den Haag, Belanda. Tapi kenapa sekarang Ega ada di Jakarta? Kapan dia kembali? Dan yang lebih penting dari semua itu adalah: Kenapa Ega bersama Raya, padahal Ega adalah pacarnya Marsha? Oke, ternyata alasannya lebih dari satu. Beberapa detik ia tidak mampu berbicara apa-apa. Napasnya hamper sesak, hatinya seolah terbakar menyaksikan pemandangan di depannya.“Pengkhianat!”
Dengan napas memburu dan jantung yang seakan mau meledakm bergega Marsha melangkah menemui dua makhluk menjengkelkan yang kini tengah asyik-asyiknya nongkrong, ngobrol,bersikap mesra, sesekali berangkulan sambil suap-suapan, menikmati steik di salah satu meja.
Begitu mencapai meja tersebut, secepat kilat Marsha menyambar gelas jus jeruk didepan Ega. Tanpa banyak omong ia menyiramkan minuman itu tepat ke wajah cowok itu.
“Brengsek!” maki Marsha sengit.Splash!Cowok itu kaget bukan main. Wajahnya basah. Ia langsung berdiri, memandang dengan gugup sosok Marsha dihadapannya. “Marsha?!”
“Sha?!” Raya pun bangkit dengan ekspresi tak kalah terkejut. Tapi kemudian ia berusaha tenang.
Air mata sudah membanjiri pipi Marsha. Marsha memalingkan pandangnnya perlahan dengan perasaan sakit, menatap Raya.“jadi ini…?” Tanya Marsha dengan suara tertahan.Wajah Raya berubah tegang.
“Pengkhianat lo Ray…” Tubuh Marsha bergetar hebat. Mati-matian ia menyembunyikan luka hatinya.
“Sha…” Ega memegang tangan Marsha.Marsha berpaling pada Ega. “Brengsek lo, Ga! Ternyata selama ini lo selingkuh di belakang gue?!” Tanpa nyata selama ini lo selingkuh dibelakang gue?!” Tanpa bias membendung kemarahannya, Marsha mendorong dada cowok itu dengan kasar. Hamper saja Ega tjatuh kalau tidak bertaan dengan cara memegang kursi. Wajah Ega pucat seperti maya.Gugup.
“Bukannya lo ada di Belanda?” Tanya Marsha dengan suara bergetar. “Kapan loe pulang? Dan kenapa gue, pacar loe sendiri, ngak lo kasih tau? Malah Raya, sahabat gue yang janjian sma lo disini?”
”Sha..” Raya bicara.
“elo juga sahabat gak tau diri, Ray! Lo berkhianat didepan gue! Kenapa lo ajak gue ketemuan disini kalo akhirnya gue Cuma harus menyaksikan pemandangan ini, Ray? Kemapa?!!!” teriak Marsha.
“Sha.please, nanti semuanya gue jelasin…” Ucapan Raya berhenti ketika Marsha menarik kasar tubunya.
“Lo sengaja nyakitin perasaan gue? Apa salah gue, Ray? Apa?!” ucap Marsha sambil mengguncang-guncang tubuh Raya.
“Sha… apa-apa-an lo?” suara Ega tertahan. Ia menark tangan cwek itu. Pasti Ega malu rebut-ribut di kafe sampai menjadi tontonan orang baynak. Apalagi, hamper seisi kafe tau kalau ia dalam posisi ketahuan selingkuh. Terbukti wajahnya merah padam.
Tpai, Marsha mana bias membedakan rasa malu dan tidak? Yang lebih mendominasi hatinya selain amarah, jlas perasaan sakit. Siapa yang tahan dikhianati? Siapa yang mau di lukai?
“Elo yang apa-apaan, Ga!” bentak Marsha lagi. Menepis tangan Ega. “ Gue pikir selama ini lo masih Belanda. Tapi nggak taunya lo udah balik ke Jakarta tanpa ngasih tau gue. Yang lebih parah, lo malah jalan sama sahabat gue. Suap-suapan ngak penting disini! Loe selingku! Lo jahat! Jahat, Ga!”
“Sha, kita bicara. Tapi gak disini!” Ega mencengkeram tangan Marsha kembali.
“Gue gak butuh penjelasan loe, Ga, semuanya udah jelas!” teriak Marsha dengan suara bergetar. Ia menepis tangan Ega untuk kedua kalinya hingga terlpas. Ia tak sudi dipegang cowok itu lagi. Tiba-tiba saja memandang sosok cowok yang disayanginya ini membuat Marsha jijik. Dia bahkan heran, kenapa bias-bisanya meyayangi cowok pengkhianat ini?! Ia jadi tahu tindakan apa yang sepantasnya didapat oleh cowok yang sudah berkhianat ini. Ia juga tahu, ending seperti apa yang biasanya menutup adengan perselingkuhan. Marsha tahu. Dan sekarang akan ia lakukan!
“Dasar cowok brengsek!”PLAKKKK!!!Tangan Marsha melayang lalu mendarat di pipi Ega. Ega kaget memgang pipinya. Bekas telapak tangan Marsha membekas jelas dibagian itu. Merah dan pastinya terasa pedas.
Raya membekap mulutnya dengan kedua tangan. Ia tak peraya semua ini akan terjadi. Ia memang mengundang Marsha untuk dating ke sini. Dengan suata tujuan. Tapi keadaan yang terjadi bener-bener- diluar dugaannya.
“Elo juga,Ray! Lo pikir gue bias maafin semua kelakuan lo? Dasar pagar makan tanaman. Lo rebut cowok gue. Sekarang silahkan lo ambil dia. Gue gak sudi lagi punya cowok kayak gini. Gue juga nggak sudi puya sahabat kayak lo!” tunjuk Marsha Berapi-api.
Raya kaget. “Sha? Ini gak kayak yang elo pi..”“Udah gue gak mau denger!” usai melampiaskan amarahnya, dengan bercucuran air mata dan tidak membuang waktu lagi, Marsha meninggalkan kafe itu.
Ini pasti mimpi, batin Marsha. Ega gak sekejam itu. Dia baik. Diak cowok setia… Raya juga sahabat yang baik. Dia emang suka gonta-ganti pacar. Pernah juga sih,ngerebut pacar orang lain. Tapi dia gak mungkin pacaran sama Ega. BUKAN!! Ini nyata, Marsha. Berpikirlah dengan waras. Ega berkhianat! Raya juga! Loe pecundang PECUNDANG!!!1 hati kecil Marsha yang lain membantah.
“Marsha! Marsha! Sha!” Ega berusaha mengejar, tapi entah atas alas an apa Raya menghalanginya. Mereka beerdua pun tampak bersitegang.
Tidak mau tahu lagi. Itulah yang Marsha pikirkan. Ia terus berlari meningalkan open space kafe. Dan langsung menyetop taksi yang ditemuinya didepan gerbang. Didalam taksi, ia tumpahkan tangis sepuas-puuasnya.
Yang pasti hati Marsha sakit.Sakit sekali…Mana janji loe mau setia, Ga? Mana buktinya lo mau setia? Mana? Yang ada lo malah ngecewain gue. Katanya, setalah kuliah di Belanda, Cuma gue cewek lo satu-satunya. Tapi apa? Nyatanya ada cewek lain selain gue… Nyatanya lo udah balik ke Jakarta tanpa ngasih tau gue. Nyatanya ada Raya. Sahabat gue sendiri! Lo brengsek, Ga! Bener-bener brengsek!! Gue benci sama lo. Benciiiiiiiii!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Triak Marsha dalam taksi.
Sopir taksi melirik Marsha dari kaca spion dengan rasa iba. Menyedihkan. Meski ia tidak tau apa yang barusan dialami cewek itu, tapi hati kecilnya mengatakan bahwa hal itu pastilah berat. Dengan tidak bermaksud mengganggu perasaan hati Marsha, sopir taksipun menjulurkan sekotak tisu ke bangku belakang.
“Ini, Mbak…”“Makasih, Pak…” Marsha meraihnya.“Mau kemana, Mbak?”“Kejalan Kiwi, pak!” jawab Marsha menyebut daerah rumahnya sambil menyeka air mata yang masih tidak mau berhenti. Ia biarkan saja ponselnya yang terus-terusan berdering didalam tas. Dilayar ponsel tertulis My love Ega calling. Lalu tak lama ponsel diam. Kemudian Raya Cutie calling. Ia matikan ponselnya. Tak peduli.
Marsha mendorong pagar rumah dengan kasar. Jalannya mengentak-entak, lalu ia melempar sepatunya asal, dan secara sembrono masuk rumah. Marsha tengah membendung amarah itu. Meski tidak berhasil.
“Marsha?” panggil Mama begitu Marsha masuk rumah.
Boro-boro menoleh, Marsha langsung berlari meniti tangga, menuju lantai atas, masuk ke kamarnya, dan...
BLAMMM!
...membanting pintu.
“Ega brengseeeek!” teriak Marsha.
BUK!
Marsha melempar tasnya kelantai. Dengan banjir air mata tubuhnya luruh, bersimpuh di lantai dengan napas ngos-ngosan. “Lo tega, Ga... lo tega...,” isak Marsha terus menangisi kejadian yang barusan ia alami.
Tidak diragukan lagi. Kejadian ini bagi Marsha adalah kejadian menyakitkan yang pasti sangat sulit di lupakan seumur hidup. Marsha bener-bener merasa dipermalukan didepan umum. Ega... dan Raya... yang masing-masing memiliki status sebagai pacar dan sahabatnya. Sebenarnya sudah berapa lama huungan mereka di belakang Marsha? Seberapa lama Ega berkhianat? Marsha bener-bener merasa dibohongi habis-habisan. Astaga. Pantas Ega jarang menelepon beberapa bulan belakangan ini. Ternyata ini yang terjadi. Apakah masih ada cowok degan kejujuran dan kesetiaan sejati hidup di dunia ini? Kalaupun ada, kenapa salah satunya bukan Ega? Kenapa?
Masa melirik bingkai foto yang terpanjang di meja belajarnya. Ia menggeser tubuh agar mendekat dan meraih benda itu, lalu menatapnya lekat-lekat.
Fotonya dan Ega.
Saat itu, di foto itu, ia masih bisa tersenyum. Tapi kali ini hatinya pedih. Tatapan Marsha perlahan berubah menjadi galak. Muak. Jijik melihat foto dengan pose mesra. Buat apa ia capek-capek menciptakan pose terbagus saat itu? Buat apa dengen cerewetnya ia minta foto berulang kali pada fotografer studio dan sbuk mengingatkan foto itu harus jadi tepat waktu. Tidak berguna. Hampir saja Marsha melempar bingkai itu, kalau saja tidak mendengar suara ketukan dan suara lembut Mama di luar pintu.
“Marsha...”
“ya, Ma?” Marsha gelagapan dan segera menghapus sisa-sisa air matanya.
“Ada telepon dari Raya...”
Jantung Marsha berdetak. Sesaat ia diam bergeming.
“Marsha?” panggil Mama lagi.
“Bilang aja Marsha udah tidur, Ma...”
“Sha... katanya dia perlu ngomong sama kamu... penting...”
“Ma... Please....”
Mama menghela napas. Ia menduga pasti ada sesuatu diantara anak semata wayangnya itu dengan Raya. Akhirnya mama menyerah. “Ya udah kalau gitu...”
Terdengar suara langkah kaki Mama menuruni tangga, menjauh kamar..
Pandangan Marsha kembali menatap bingkai foto itu. Meski tidak segalak tadi, tapi sisa-sisa kemarahan tetap ada. Campur letih. Kemudian Marsha menyandarkan kepalanya ke kaki meja belajarnya dengan mata terpenjam. Sekuat tenaga ia berusaha meredam perasaan sakit ini. Perlahan Marsha membuka mata. Marsha membuka laci meja belajarnya paling abwah. Lalu di antara tumukan buku yang ada disitu, ia balik bingkai foto yang sejak tadi ia pandangi dan menyelipkannya disana. Di laci itu juga, ada sebuah kalung mutiara warna putih yang tersimpan dalam buah kotak.
Kalung mutiara yang sangat bagus. Pemberian Ega.
Kalung itu adalah kado dari Ega diulang tahun Marsha yang keenam belas.
“Menghilang! Menghilang! Jangan diingat! Lupain!”maki Marsha karena teringat peristiwa itu lagi. Ia kibaskan kepalanya dengan cepat. Marsha meraih kalung itu dari dalam lacu dan menggeggamnya erat-erat. Seperti ini, bisa-bisa ia dikatain bumil habis beranak. Kusut-munyut. Sakit hati.
“Udah hampir setahun kita jadian, Ga. Tapi dengan pengkhianatan lo, semua yang udah terjadi selama ini seakan nggak bearti apa-apa. Tapi biarlah... Sekarang gue bukan anak kelas satu lugu yang lo tembak dl. Yang langsung terbuai sama rayuan manis lo. Sekarang gue adalah Marsha yang tau akan kebusukan hati lo. Elo udah punya cwek lagi, Ga.... Raya, sahabat gue. Yeah... mungkin gue ini hanyalah masa lalu lo yang ingin lo lupain.... Gue emang cewek bodoh.... cewek bodoh yang ngak akan percaya sama cinta lo lagi....” Marsha menatap dingin pada pantulan wajahnya sendiri di cermin. Tangannya meremas kalung mutiara putih itu.
Suasana SMA Pembangunan 5 jam istirahat itu sama seperti biasanya. Riuh dan ramai. Tidak jauh beda riuhnya degan orang-orang yang lagi pada nungguin kereta datang di Stasiun Senen. Semua sudut sekolah penuh murid yang istirahat, dilapangan basket, ditaman sekolah, apalgi di kantin.
Dipojok kantin, duduklah dua cewek sedang ngobrol serius sambil sama-sama menyantap makan siang mereka, mi pangsit dan jus mangga. Salah satunya yang berambut panjang,berwajah cantik, adalah Marsha. Dan teman ngobrol Marsha yang berkulit hitam manis dan berkacamata tebal adalah sahabatnya, tata.
Mereka sedang membicarakan sebuah topik. Topik perselingkuhan. Air mata Marsha udah kering, hingga waktu menceritakan seluruh kejadiannya pada Tata, dia tidak mampu menangis lagi. Yang tersisa hanyalah kebencian demi kebencian terhadap dua nama. Ega dan Raa.
“Ega? Sama Raya?” mata Tata terbelalak menatap Marsha usai sahabatnya itu membeberkan semua.
Sulit bagi Tata memercayainya.
“kemarin, gue udah bilang putus sama Ega. Makanya, pulang sekolah nanti gue mau mampir ke rumah Ega, dan ngembaliin kalung ini. Semoga dia belum pergi lagi ke Belanda.” Marsha menunjuk lehernya. Hari ini ia sengaa memaki kalung mutiara putih pemberian Ega, dan memang berniat akan mengembalikannya pada cowok itu.
Prinsip Marsha, kalo putusnya tidak secara baik-baik, buat apa menyimpan barang-barang pemberian mantan pacar? Bisa mengakibarkan dendam kesumat bertahun-tahun.
“Beneren putus?” Tata meyakinkan lagi.
“Iya, Ta. Putus...” Marsha mengangguk pahit.
“Ega bener” breng...”
“Psst...” Marsha memberi kode pada tata agar diam karena disaat yang bersamaan, orang yag mereka bicarakan Raya, masuk ke kantin.
“Sha,” panggil Raya.
“mau apa lagi lo, Ray?” tanya Marsha tanpa menoleh.
“Gue minta waktu sebentar...,”pinta Raya.
Gue nggak punya waktu.”
“Apaa kita gak bisa ngomong meski Cuma sedikit?” desak Raya.
“buat apa? Buat nyakitin gue lagi?” Marsha melirik sinis. Suaranya ketus. Agak bergetar.
“Sha.. denger dulu penjelasan gue. Gue sama Ega itu ngak ada apa-apa. Lo harus percaya kalo gue itu Cuma...”
“Cuma? Cuma kalo lo pacaran sama Ega?” potong Marsha tetap ketus. “Atau.. kalo lo ketauan berkhianat? Ngerebut pacar sahabat loe sendiri? Iya?” lanjut Marsha jauh leih ketus.
“Lo kebangetan Ray. Padahal selama ini Marsha baik sama lo. Apa pernah Marsha nyakitin lo? Ternyata lo tega ya, jadi orang?” Tata ikut nyemprooooot(mank nyemprot air?wkwkwk.. ehem”.. sriuz)
“Eh, gue nggak ngomong sama lo, Ta!” kata raya marah sambil menunjuk Tata. “Gue juga ngak ada urusan sama lo. Gue Cuma mau ngejelasin apa maksud gue ngelakuin semua ini sama Marsha. Jadi loe jangan coba-coba jadi kompor dalam masalh ini ya?”ucapan Raya kali ini konton membuuat Tata mingkem...
“Eh, Ray! Siapa yang jadi kompor?” Marsha berdiri dan menatap Raya tajam. “ Lo jangan bawa-bawa tata dalam masalah ini. Ngak ada salahnya kalo seorang sahabat ngebelain sahabatnya sendiri. Jangan kayak elo. Nusuk gue dari belakang. Lo tu yang seharusnya sadar dri. Jelas-jelas elo sendiri yang maen api sampe kebakaran jenggot(cwek mana ada jenggot?) makanya jangan coba-coba ngerebut pacar orang! Gue sih ngak pernah bermasalah sama sfat jelek lo yang suka gonta-ganti pacar. Tapi yang gue sesalin, kenapa lo harus ngerebut Ega dari Gue?”
“Tapi, Sha...”
“mulai hari ini, persahabatan kita putus Ray! Gue minta dengan hormat lo jaga jarak dari gue,” potong Marsha cepat.”Pergi jauh-jauh sana! Karena gue gak butuh sahabat kayak loe!”
“Sha...”
“kalo elo gak mau cabut, mending gue sama Tata yang cabut!” Marsha segera beranjak dari tempat itu. Bersama Tata, tergeda-gesa mereka pergi dari sana.
Marsha trus berjalan buru-buru dan Tata berusaha menyusul dibelakangnya...
Namun, karena kalannya terlalu buru-buru, waktu Marsha berbelok ke samping perpustakaan tiba-tiba...
BRUUAKK!!
“Aduh!” Jerit Marsha kencang.
Secara tidak sengaja ia bertabrakan dengan seorang cowok yang membawa tumpukan buku tebal-tebal Marsha terjatuh. Cowok itu pun dalam keadaan sama.
“Eh, kalo jalan2 liat-liat dong!” maki Marsha kesal usai berdiri sambil menunjuk-nunjuk cowok berkulit putih,berhidung mancung dan berambut ikal yang kini berusaha memunguti buku-bukunya.” Ngaak punya mata lo? Emangnya jalan ini punyat monyet piaraan lo?”
“Eh, lo sendiri yang ngak ati-ati! Uda tau jalan sempit kayak gini, masih aja buru-buru! Sebenernya yang ngak punya mata itu gue apa lo?”
“Apa lo bilang?” Marsha emosi.
“Sha...”Tata berusaha menahan, karena ia tau apa yang dikatakan cowo itu bener.
“Gue bilang, yang gak punya mata itu gue apa lo?” ulang cowok itu jauh lebih keras.
“Breeengseeekk!!” dengan kesal Marsha merangsek maju. Mengakibatkan cowok itu terpaksa mundur.
“Ugh!” cowok itu kaget. Kemudian terpana, geleng-geleng menatap punggung Marsha yang kini pergi.
“Ngak sopan!” Ucap coowk itu geram.
“Sori Dan.!” Tata berpaling pada cowok itu, tak enak hati sebelum menyusul Marsha..
“Ye... dasar sinting!” maki cowok itu lagi pada Marsha.
Tiba2, Marsha yang memang mendengar makian itu pun berbalik. “Elo yang sinting! Idiot!” teriak Marsha bermaksud menemui cowok itu kembali.
“Sha, udah!” Tata segera menghadang Marsha.Akhirnya setelah dibujuk Tata, Marsha pun mau pergi dari tempat itu.
“Busyeet tuh cewek. Kemasukan jin kali dia, ya?” siapa yang salah, siapa yang marah? Payah!” gerutu cowok itu geleng-geleng bingung.
Sepeninggal Marsha dan Tata, cowok itu membungkuk. Sambil terus mengomel ia memunguti bukunya yan jatuh tadi. Tapi matanya malah menangkap sesuatu berwarna putih tergeletak di tengah jalan. Ia menyipit, mendekati benda itu untuk memastikannya.
“Kalung mutiara?” ucap cowok itu begitu meraihnya.
Next...
Next...
0 komentar:
Posting Komentar